Mungkin sudah banyak berita-berita di berbagai media sosial dan televisi yang membahas tentang negara Sri Lanka yang akhir-akhir ini mengalami kebangkrutan sehingga pemerintahnya mengalami gagal bayar terhadap pinjaman yang di lakukan terhadap negara-negara lain. Bahkan masyarakatnya sekarang menuntut presiden nya agar mundur dari jabatan karena tidak dapat mengendalikan krisis yang di alami oleh negara mereka, Sri Lanka negara tetangga India dan Maladewa yang terletak di Asia Selatan ini sedang diterjang keterpurukan ekonomi yang sangat besar. Perdana Menteri Sri Lanka, yaitu Mahinda Rajapaksa, untuk menenangkan masyarakatnya, memutuskan mundur pada tanggal 9 Mei 2022, akibat dari krisis ekonomi parah dan demo besar-besaran yang melanda Sri Lanka. Krisis ini berujung pada rekor inflasi tinggi serta pemadaman listrik berkepanjangan. Bahkan, mulai tanggal 20 Juni 2022, Sri Lanka selama 2 minggu akan bertahap menghentikan beberapa layanan pemerintahan yang tidak penting. Tidak hanya pemerintahan saja, bahkan institusi pendidikan seperti kampus dan sekolah juga akan segera ditutup. Hanya rumah sakit, bandara, dan pelabuhan saja yang masih tetap dibuka. Mungkin banyak sekali orang-orang yang bertanya kenapa bisa terjadi kebangkrutan terhadap mereka, nah berikut penyebabnya.
1. Utang yang menumpuk
Utang menumpuk benar-benar berdampak buruk. Melalui kepala bank sentral baru, Sri Lanka mengumumkan bahwa mereka gagal membayar utang luar negeri sebesar 51 miliar dollar AS (sekitar Rp732 triliun). Kini, Sri Lanka sedang dalam negosiasi untuk dana talangan dari IMF (Dana Moneter Internasional). Pada akhir 2021, cadangan devisa negeri ini menyusut dari yang sebelumnya 7,5 miliar dollar AS (sekitar Rp109,95 triliun), menjadi 2,7 miliar dollar AS (Rp39,58 triliun).
2. Krisis kebutuhan pokok
Kebutuhan pokok bagi rakyat mulai dari bahan bakar seperti bensin dan gas, serta bahan pangan di negeri ini mengalami kelangkaan. Pada 16 Mei 2022 lalu, Sri Lanka mengakui kehabisan stok bensin, dan tidak memiliki uang untuk mengimpor bahan bakar. Ini membuat SPBU mulai kehabisan bensin dan minyak tanah. Antrean panjang terlihat setiap hari di penjuru Sri Lanka.
Orang-orang menunggu berjam-jam hanya untuk membeli sedikit persediaan bahan bakar, sementara pemadaman listrik membuat sebagian besar kota-kota di Sri Lanka setiap malam hidup dalam kegelapan. Krisis bahan pangan juga terjadi akibat dilarangnya impor pupuk kimia pada April 2021 lalu, yang membuat penurunan drastis hasil panen. Krisis ini juga membuat para pedagang mulai kesulitan mencari mata uang asing untuk membeli barang impor. Bahan makanan pokok seperti beras, gula, dan susu bubuk mulai menghilang dari rak-rak toko. Ini membuat supermarket terpaksa menjatahnya agar tidak cepat habis.
3. Pandemi menghantam negeri
Pandemi yang sempat melanda dunia benar-benar memengaruhi segala lini kehidupan, begitu juga dengan Sri Lanka. Dua pilar ekonomi yang diandalkan Sri Lanka seperti kedatangan turis internasional serta pengiriman uang dari warga Sri Lanka yang bekerja di luar negeri menjadi berkurang akibat pandemi. Tanpa kedua sumber uang tunai ini, membuat pemerintahan Sri Lanka terpaksa memakai cadangan devisanya untuk membayar berbagai macam pinjaman.
4. Banyak proyek mewah yang mangkrak
Sri Lanka sangat ambisius menghabiskan banyak uang untuk infrastruktur, namun banyak yang mangkrak. Ditambah uang pinjaman dari negara China menambah utang yang sudah menggunung. Seperti sebuah pelabuhan besar di distrik Hambantota, telah menjadi beban keuangan negara sejak beroperasi selama 6 tahun, dengan total kerugian mencapai 300 juta dollar AS (setara Rp4,4 triliun). Ada juga proyek mewah lain yaitu pusat konferensi besar dan bandara senilai 200 juta dollar AS (setara Rp3 triliun), yang bahkan sempat kekurangan dana untuk bayar tagihan listriknya. Proyek-proyek mangkrak ini dikuasai oleh keluarga Rajapaksa, yang mendominasi dan menguasai politik negara ini selama 20 tahun lebih. Tentu saja ini merupakan kabar buruk bukan hanya bagi Sri Lanka saja, namun juga untuk negara lainnya. Setiap negara harus segera bersiap mengencangkan ikat pinggang, untuk menghadapi kemungkinan terburuk dari krisis ekonomi global yang sedang melanda.
Anjayy
ReplyDeletemending turu
ReplyDeleteNgeri
ReplyDelete